Direktur Rumah Sakit Undata Palu, Amiruddin Rauf, dalam kesempatan itu mengatakan, tak perlu heran jika ada temuan bahwa para dokter ahli kurang yang mau ditempatkan di kabupaten. Menurutnya, hal itu berhubungan dengan penerimaan yang mereka dapat tergolong rendah, sementara disisi lain saat mereka mengikuti pendidikan dibebani biaya yang cukup tinggi.
“Coba bayangkan, dalam 1 kali kuota penerimaan, hanya 10 persen yang bisa lulus murni, sisanya harus masuk melalui berbagai jalur non subsidi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi, dan pembayaran melalui jalur itu jika lulus, nilainya ratusan juta rupiah,” jelasnya.
Kata Rudi, panggilan akrabnya, hal itu menunjukkan bahwa pendidikan tinggi khususnya kedokteran sangat komersil, padahal banyak anak-anak daerah yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata yang terkendala biaya jika berkeinginan belajar di pendidikan kedokteran.
Selain itu, masalah praktek bagi mahasiswa juga menjadi masalah. Hal ini disebabkan oleh prasyarat undang-undang yang menyatakan bahwa fakultas kedokteran harus mempunyai rumah sakit pendidikan. Akibatnya, fakultas yang baru mau berdiri tersedok anggarannya hanya untuk membangun rumah sakit tersebut.
Sementara di sisi lain, rumah sakit milik pemda yang bisa digunakan untuk praktek tak juga dibiayai, karena kekurangan anggran.
Sementara sebelumnya, berdasarkan temuan DPD RI seperti yang dikemukakan Ahmad Jajuli selaku koordinatpr tim pada kesempatan itu, banyak daerah kabupaten/kota di Indonesia mengaku kekurangan dokter ahli. Hal itu kata dia menjadi pertimbangan penting untuk dimasukkan pada Rencangan Undang-undang (RUU) Pendidikan Kedokteran.
Untuk diketahui, kedatangan anggota Komite III DPD RI tersebut adalah untuk menerrima masukkan aspirasi dari daerah terkat penyusunan RUU tentang pendidikan tinggi, pendidikan kedokteran, sistem peradilan pidana anak, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan permasalahan yang berkembang di daerah.
Selain bertemu kepala SKPD di tingkat provinsi, rombongan juga akan bertemu bupati dan kepala SKPD Kabupaten Donggala dan Kota Palu, serta jajaran petinggi perguruan tinggi suasta di Kota Palu.
Dalam rombongan tersebut, selain Saleh Muhammad, ada juga Ahmad Jajuli dari Provinsi Lampung, yang juga adalah koordinator, Mahyudi Shobri dari Provinsi Bengkulu, Hardi Slamet Hood dari Kepulauan Riau, KH Muhammad S Sahabuddin dari Sulawesi Barat dan beberapa lainnya. (Sahril)