Pokja UN REDD Sulteng Terbentuk
Written By riluation on Sabtu, 26 Maret 2011 | 06.02
PALU- Kelompok Kerja (Pokja) program pengurangan emisi gas dari hasil pengalihan dan pengurangan luasan hutan, atau yang biasa disebut The United Nations Collaborative Programme on Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (UN RED) Sulawesi Tengah terbentuk.
Pokja yang terdiri dari kalangan Lembaga Sosial Mayarakat (LSM) Pemerintah, akademisi, tokoh adat dan organisasi sipil kemasyarakatan ini tinggal menunggu SK dari Gubernur Sulteng. Chief Technical Officer, UN REDD Indonesia, Dr. Machfudh, kepada media ini Rabu (9/2) mengatakan, pembentukan Pokja tersebut telah berlangsung beberapa hari lalu. Rencananya, Pokja akan melakukan kegiatan-kegiatan untuk persiapan pelaksanaan REDD plus tahun 2012 mendatang.
“Pokja ini akan bekerja untuk memberi masukkan terhadap pemerintah, kelompok masyarakat, bagaimana mereka bisa memberi perhatian terhadap persiapan REDD plus nantinya,” katanya, saat mengikuti media gathering di Swiss belhotel Silae-Palu.
Selain itu, Pokja juga akan bekerja untuk penguatan kelembagaan di masyarakat, agar bisa terlibat langsung dan bertanggungjawab, disamping memilih wilayah-wilayah yang akan dijadikan demonstration area (DA) atau wilayah percontohan.
Dipilihnya Sulteng sebagai DA UN REDD kata Machfudh, karena beberapa perimbangan, seperti kondisi dan luas wilayah hutannya, pengalaman riset yang dilakukan, dan progresifitas pemerintah dalam pengusulan.
“Yang usulkan banyak, tapi ada yang hanya sekedar mengirim surat, ada juga yang presentase dan lain sebagainya. Kalau Sulteng, hampir semua memenuhi syarat kita, makanya terpilih,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Sulteng, Nahardi, di tempat yang sama mengatakan bahwa setiap tahun luas hutan dan kwalitas hutan di Indonesia selalu berkurang. Olahnya menurut dia, perlu upaya bersama untuk melestarikan hutan melalui berbagai kegiatan, salah satunya adalah program REDD plus.
“Di Sulteng ini sudah banyak sekali studi-studi yang dilakukan terhadap hutan tropis dalam kaitannya dengan perubahan iklim. Tentunya, pemerintah tidak tinggal diam atas realitas perubahan iklim saat ini. Di kementrian kehutanan, sejauh ini banyak program untuk menanam pohon, seperti penanaman untuk 1 milyar pohon untuk dunia,” jelasnya.
Ia juga berharap dukungan media dalam mengampanyekan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan UN REDD dan kegiatan-kegiatan konservasi lainnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Supardi Lasaming dari Yayasan Merah Putih mengatakan, program persebut perlu pengawasan dari berbagai pihak. Jangan sampai karena program-program tersebut, hak-hak masyarakat di sekitar kawasan hutan menjadi berkurang.
Untuk diketahui, hingga kini belum ada mekanisme tentang pembayaran dari penjualan karbon yang akan dihasilkan dari program REDD plus. Namun rencananya, pada akhir tahun 2012 nantinya di Afrika Selatan sudah bisa diambil kesepakatan antara negara-negara berkembang dan negara maju yang masuk dalam program REDD plus terkait mekanisme pembayaran.
Pembahasan tentang program UN REDD sendiri telah dimuali dari tahun 2007 di Bali, dan kemudian dilanjutkan di Kopenhagen akhir tahun 2009 lalu serta tahun 2010 di Mexico. Meski begitu, belum ada kesepakatan. (Sahril)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar