Catatan Perjalanan Karo Humas dan Protokoler Sulteng, Irwan Lahace Bersama Rombongan Gubernur ke Eropa.
Ini adalah tawaran yang ketiga kalinya bagi saya untuk berangkat ke Eropa. Saat masih di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dulu, saya sempat diberi dua kali kesempatan. Namun karena belum jodoh, ada saja aral melintang. Bersama rombongan kepala daerah dan petinggi-petingi universitas ke luar negeri, juga menjadi pengalaman pertama bagi saya. Dalam rombongan, kami terdiri dari 21 orang. Selain saya, ada Gubernur Sulteng, HB Paliudju, Ketua DPRD Suletng, Aminuddin Ponulele, Rektor Untad, Sahabuddin Mustapa, Bupati Sigi, Hidayat, Bupati Morowali, dan tujuh orang Dekan di Untad, serta beberapa orang lainnya. Seperti perjalanan pejabat pada umumnya, perjalanan kami kali ini sudah terjadwal. Dari Palu Minggu (24/10), kami menggunakan satu pesawat menuju Jakarta, hanya beberapa saat di Cengkareng, kami langsung terbang menuju Taipe. Transit untuk beberapa menit, kami langsung menuju Thailad. Saat landing, situasi bandara sudah diselimuti gelap. Kami pun menungguh sejenak untuk berangkat lagi menuju Amsterdam. Kali ini, saya harus mempersiapkan fisik dan mental, sebab penerbangan akan memakan waktu hingga 16 jam. Usai boarding pass, kami langsung terbang menuju Amsterdam. Selama 16 jam di atas udara, saya begitu menikmati suasana. Kenyamanan pelayanan yang ditawarkan, membuat saya dan rekan-rekan merasa termanjakkan. Setelah dua jam penerbangan, saya melihat beberapa teman mulai terlelap. Sementara pak Aminuddin, terlihat asik mengisi teka-teki silang. Karena lelah selama seharian dalam perjalanan, saya pun terlelap. Meski sudah waktunya pagi, matahari pun tak terlihat jelas. Hanya cahanya saja yang menandakan kalau hari sudah pagi. Saya pun bertanya pada seorang pramugari yang kebetulan melintas. Katanya, posisi kami saat itu sedang berada di atas gurun, di kawasan Timur Tengah. Tepat pukul 09.00 waktu setempat, kami tiba di bandara Amsterdam. Tak menunggu lama, kami langsung ke sebuah hotel yang sudah dipesan sebelumnya. Waktu terus berputar, saya dan teman-teman pun bersiap menuju Universitan Leiden. Di sana, kami sudah disambut Direktor Herbarium of Leiden University, Prof Eric Smet dan Direktur Kebun Raya, Dr. Paul Kessler. Memang tujuan kami, adalah menindaklanjuti kerjasama antara Universitas Tadulako dan Universitas Leiden, terkait pengembangan Herbarium. Penandatangan dilakukan di sebuah ruang penting di Universitas itu. Dengan kehadiran Gubernur dan Ketua DPRD di tengah penandatangan itu, semakin meyakinkan pihak Universitas Leiden untuk membangun kerjasama. Usai penandatanganan, oleh pihak universitas, kami diajak mengunjungi gedung Herbarium. Di sana, kami diperlihatkan beberapa koleksi herbarium. Begitu mengagunkan. Saya sedikit iseng menanyakan salah satu koleksi mereka. Saya penasaran, kalau mereka memiliki koleksi eboni. Saat ditanyakan, mereka begitu cekatan memeriksa koleksi eboni. Tak lebih dari 5 menit, tumbuhan kering berukuran 30 centimeter langsung ditemukan. Padahal menurut pengelolah herbarium, ada sekitar 4 juta koleksi herbarium yang mereka miliki. Sungguh sebuah pekerjaan yang ditekuni secara professional. Hanya melihat daftar koleksi, pengelola langsung membuka laci yang menyimpan koleksi tumbuhan tersebut. Setelah melihat-lihat koleksi herbarium, kami pun diajak ke kebun raya. Di sini, terdapat jutaan koleksi tumbuhan hidup. Dari jutaan koleksi, saya sempat melihat beberapa tumbuhan endemik Sulawesi. Palem naga, eboni dan anggrek lidah buaya, nampak mewarnai salah satu green house di kebun raya tersebut. Usai sudah kunjungan kami hari ini. Kami pun harus kembali ke hotel, sebab besok (28/10), perjalanan akan kembali dilanjutkan ke Universitas Goetingen di Jerman. Dengan menggunakan kereta cepat super sonic, kami menempuh perjalanan dalam waktu tiga jam menuju Kota Goetingen. Sesampainya di stasiun, kami langsung menuju Universitas Goetingen. Di sana, sudah ada President of Goetingen University, Prof. Dr. Kurt Von Figura, Director of Center of Tropical Forestry and Agricultur Goetingen University, Dr. Paul Winkler, dan Director of Herbarium and Botanic Garten of Goetingen University, Prof. Dr. SR Gradstein. Disini kami juga diajak melihat-lihat koleksi tumbuhan hidup di kebun raya. Tak sedikit pula species endemic Sulawesi di sini. Selama kurang lebih tiga jam, kami pun berkunjung ke kedutaan besar Indonesia di Berlin. Di sini kami langsung dilayani secara khusus oleh Kedubes RI, Eddy Paratomo. Ia sangat mengapresiasi kunjungan kami. Sebab menurutnya, kerjasama antar negara, terutama dalam bentuk penelitian, harus diketahui oleh pemerintah daerah. Usai berdiskusi panjang lebar, Eddy bersedia untuk mempublikasikan potensi kekayaan alam dan pariwisata Sulawesi Tengah di Eropa. Semalam di Berlin, cukup bagi kami untuk melihat dinamika kota besar. Berdasarkan jadwal, kami harus berangkat melalui Frankfurt. Suhu di Frankfurt cukup dingin, bayangkan, temperatur sudah berada pada tuitik 0,2 derajat selsius. Keluar hotel, bagi saya hanya untuk hal-hal penting, seperti mencari makan dan kebutuhan lain. Makan pun saya hanya membeli mie dan telur. Sebab di kota ini, cukup sulit menemukan nasi. Hampir semua restoran hanya menjual roti dan daging. Saya hanya mengurung diri di hotel sambil menikmati suhu hangat dari pemanas ruangan. Dua hari telah berlalu, kami pun harus berangkat menuju Taipe. Dan langsung menuju Jakarta. Tepat tanggal 2 Oktober, kami sudah berada di tanah air. (Sahril)
“Akhirnya Berangkat Juga ke Eropa”
Written By riluation on Selasa, 17 November 2009 | 07.10
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar