
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Perkebunan Sulteng, Anwar Manan, di sela waktu saat menjadi pemateri pada acara Temu Bisnis Kakao Sulawesi Tengah di Palu Golden Hotel Palu, Senin (18/4). Kata dia, dari alokasi yang diajukan pemerintah melalui kementrian sebesar Rp185 milyar, turun menjadi Rp65 milyar setelah melalui rapat dan persetujuan DPR.
“Memang akan berkurang anggarannya. Soalnya dibagi ke banyak wilayah. Awalnya itu hanya 4 provinsi yang dapat. Itu memang daerah penghasil. Kemudian bertambah menjadi 7, 9 hingga 25 daerah sekarang. Nah ini juga terkait politik anggaran sebenarnya,” jelasnya.
Menurutnya, jika DPR juga sudah mempunyai pemahaman yang sama untuk memajukan komoditi unggulan di daerah, tidak akan melakukan pemangkasan anggaran sebesar itu. Ia mencontohkan, Kabupaten Parigi Moutong sebagai daerah penghasil terbesar di Sulteng, hanya mendapat Rp6 milyar, dari yang diusulkan sebelumnya sebesar Rp26 milyar.
Meski begitu, ia juga mengaku cukup terbantu untuk menjalankan program pemerintah di daerah untuk memberi penyuluhan dan pemahaman kepada petani dalam rangka meningkatkan kwalitas dan produktifitas perkebunan kakao. Tapi, di sisi lain ia juga melihat adanya ketergantungan para petani dari program tersebut.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kakao Fermentasi Indonesia (AKFI), Samsuddin H Halid, mengatakan, untuk meningkatkan kwalitas dan produktifitas kakao, petani harus melakukan fermentasi kakaonya. Jika tidak, meskipun produktifitasnya tinggi, namun dari segi daya jual susah bersaing.
“Kita selalu kehilangan sebesar Rp2 hingga 3 ribu dalam 1 kilo, jika kakao kita bukan kwalitas fermentasi,” katanya.
Menurutnya, selama ini petani sebagian besar sudah sadar atas pola fermentasi. Namun masih perlu didorong oleh pemerintah agar masyarakat bisa tetap meningkatkan kwalitas kakaonya.
Ia berpendapat, program Gernas sangat efektif untuk diterapkan dalam rangka membantu petani. Meski hanya sebagian yang bisa diberikan, namun cukuplah daripada tidak sama sekali. (Sahril)
0 komentar:
Posting Komentar