Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Lawan Wartawan ‘Bodrek’

Written By riluation on Minggu, 27 Maret 2011 | 23.44

PALU-Ketua komisi hubungan antar lembaga dan hubungan luar negeri Dewan Pers, Bekti Nugroho, mengajak semua peserta seminar agar melawan wartawan ‘bodrek’. Seminar literasi media bertajuk mendorong masyarakat cerdas memahami media tersebut berlangsung di Silae Beach Convention Hall, Swiss belhotel Palu Barat, Senin (28/3).

Hal itu dikatakan Bekti menanggapi sejumlah pertanyaan yang dilontarkan para peserta, yang kebanyakan dari bagian humas Satuan Perangkat Pemerintah Daerah (SKPD) pemerintah Sulteng, Kota Palu dan sekolah di Kota Palu.

Menurut Bekti, profesi wartawan itu mulia, bukan seperti yang dipraktekkan oleh wartawan ‘bodrek’ dengan cara memeras/mengintimidasi, atau melakukan cara-cara lain yang bertentangan dengan kode etik jurnalistik.

“Saya sarankan beberapa tips, terima mereka (wartawan bodrek) di tempat terbuka, jangan memberi/menyediakan amplop (uang transport) ketika mengundang wartawan untuk meliput suatu kegiatan,” katanya, sambil diikuti tepuk tangan para peserta.

Untuk mengurangi pelanggaran etik bagi wartawan, Bekti mengajak semua peserta untuk melakukan segala yang disarankan, seperti menjalankan hak jawab atau koreksi ketika merasa dirugikan dalam sebuah pemberitaan. Dan bersedia menyengketakan masalah dengan media yang bersangkutan ke dewn pers.

Kata dia, selama 2010 lalu ada 120 pengaduan masyarakat yang masuk ke dewan pers dan disengketakan, dengan perhitungan ada 10 laporan per bulan dan 3 laporan dalam seminggu. Pada tahun 2009 kata dia, dari semua kasus yang disengketakan ada sekitar 90 persen yang membuktikan bahwa wartawan salah. Sedangkan pada tahun 2010 jumlahnya sedikit berkurang menjadi 80 persen yang menyatakan bahwa wartawan salah.

Sementara berdasarkan survey yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independen tahun lalu kata Bekti, sekitar 80 persen wartawan di Indonesia tak membaca kode etik. “Ini menjadi acuan bahwa memang pelanggaran etik itu memungkinkan terjadi. Meskipun undang-undang pers tahun 1999 dan kode etik jurnalistik sudah disosialisasikan,” katanya.

Sebelumnya, salah seorang peserta, Muhammad, bertanya kepada Bekti mengenai wartawan yang menerima amplop saat liputan. Kata dia, wartwan semacam itu banyak ketika ada acara seremonial. (Sahril)

0 komentar: