PALU- Kelompok kerja (Pokja) Pemantau program Reducing Emission Deforestation and Degradation (REDD) di Sulteng akan melakukan penguatan di 5 kabupaten yang akan dijadikan tapak projek implementasi program tersebut.
Koordinator Pokja, Supardi Lasaming, kepada media ini Selasa (29/3) mengatakan, penguatan itu berupa kegiatan lokakarya kampung dan Focus Group Discussion (FGD) baik di desa yang akan dijadikan lokasi Demonstrative Activities (DA) maupun di ibukota kabupaten.
“Lokasinya di Poso, Parigi Moutong, Donggala, Tolitoli dan Tojo Una-una. Kami berharap, masyarakat di wilayah itu kritis dan benar-benar mengetahui implementasi program tersebut. Harapannya, masyarakat tidak dibatasi wilayah kelolanya saat implemetasi program,” kata Supardi.
Menurutnya, kegiatan tersebut akan berlangung pada bulan depan dengan melibatkan semua elemen masyarakat di kabupaten, dan mereka yang bermukim di wilayah sekitar hutan. Bagi pokja, masyarakat perlu mendapat posisi tawar yang setara atas implementasi program tersebut, tidak terbalik hanya menjadi penonton.
Selain itu menurut dia, mekanisme Free Prior and Informed Consent (FPIC), yang merupakan mekanisme atas akses informasi di awal sebelum implementasi proyek, menjadi harga mati yang harus dijalankan. Artinya, dalam proses negosiasi awal masyarakat dimintai persetujuannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pokja pantau diinisiasi oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi kemasyarakatan di Sulteng. Dalam implemenasinya, pokja akan banyak melakukan program penguatan kelembagaan di masyarakat agar tidak menjadi dampak dari program REDD+ pada tahun 2012 mendatang. Sahril)
Koordinator Pokja, Supardi Lasaming, kepada media ini Selasa (29/3) mengatakan, penguatan itu berupa kegiatan lokakarya kampung dan Focus Group Discussion (FGD) baik di desa yang akan dijadikan lokasi Demonstrative Activities (DA) maupun di ibukota kabupaten.
“Lokasinya di Poso, Parigi Moutong, Donggala, Tolitoli dan Tojo Una-una. Kami berharap, masyarakat di wilayah itu kritis dan benar-benar mengetahui implementasi program tersebut. Harapannya, masyarakat tidak dibatasi wilayah kelolanya saat implemetasi program,” kata Supardi.
Menurutnya, kegiatan tersebut akan berlangung pada bulan depan dengan melibatkan semua elemen masyarakat di kabupaten, dan mereka yang bermukim di wilayah sekitar hutan. Bagi pokja, masyarakat perlu mendapat posisi tawar yang setara atas implementasi program tersebut, tidak terbalik hanya menjadi penonton.
Selain itu menurut dia, mekanisme Free Prior and Informed Consent (FPIC), yang merupakan mekanisme atas akses informasi di awal sebelum implementasi proyek, menjadi harga mati yang harus dijalankan. Artinya, dalam proses negosiasi awal masyarakat dimintai persetujuannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pokja pantau diinisiasi oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi kemasyarakatan di Sulteng. Dalam implemenasinya, pokja akan banyak melakukan program penguatan kelembagaan di masyarakat agar tidak menjadi dampak dari program REDD+ pada tahun 2012 mendatang. Sahril)
0 komentar:
Posting Komentar