Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

DANAU LINDU, WISATA ALAM YANG MENANTANG, NAMUN MENYENANGKAN Laporan : Abdian dan Sahril

Written By riluation on Senin, 07 September 2009 | 10.42

Dari berbagai sumber atau media, mungkin kita sudah pernah mendengar kata ”Lore Lindu”. Kata ini identik dengan sebuah kawasan konserfasi di daerah Sulawesi Tengah yang terkenal dengan iklim tropisnya ini. Lore Lindu adalah sebuah daerah atau kawasan yang terletak di sebelah selatan Kabupten Donggala. Di sana kita akan menemukan berbagai satwa dan flora yang beragam sebagai khas endemik daerah ini.
Meskipun banyak hal yang kita akan dapatkan di Lore Lindu, namun kali ini kita akan menjelajah sebuah kawasan yang sangat menyenangkan di Lore Lindu, yakni di Kecamatan yang baru beberapa bulan terkhir dimekarkan, yaitu Kecamatan Lindu. Untuk lebih spesifik lagi, kita akan menjelajah kawasan yang sudah cukup terkenal di daerah itu, yakni Danau Lindu.
Danau Lindu yang terletak di bagian utara taman nasional Lore Lindu ini, banyak menyimpan kekayaan hasil alam. Diantaranya adalah ikan Mujair. Di danau Lindu, kita akan menemukan ribuan ikan air tawar tersebut di pinggir sungai saat para nelayan sedang menarik jala saat panen.
Danau yang terletak di daerah ketinggian ini, dapat dijangkau dengan menggunakan kenderaan bermotor yakni roda dua atau roda empat. Jika menggunakan angkutan umum, dari Palu kita menuju terminal Petobo, dari sinilah kita akan berangkat menuju kearah selatan dan menghabiskan waktu selama kurang lebih dua jam dalam perjalanan untuk sampai di Desa Sadaunta, dengan upah sebesar 40 ribu rupiah.
Dari desa ini, kita akan melakukan perjalanan lagi selama satu hingga satu setengah jam dengan menggunakan ojek. Biasanya tarif ojek bisa saja naik atau turun, itu semua tergantung dari situasi cuaca, jika cuasa baik, maka tarif ojek bisa berkisar 30 ribu rupiah, namun jika musim hujan, bisa saja melonjak hingga 50 ribu rupiah.
Perjalanan menuju Lindu hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor, atau jika sedikit mau menikmati keindahan alam, kita bisa berjalan kaki selama kurang lebih tiga jam. Namun ketika kondisi alam kurang bersahabat, perjalanan kita akan sedikit terhambat dengan lumpur yang bertebaran dipermukaan jalan, atau juga adanya longsoran di tepi jalan.

Perjalanan Sengsara Membawa Nikmat.

Sebelumnya pada beberapa tahun silam, perjalanan ke Danau Lindu juga dapat menggunakan kuda. Bagi masyarakat setempat, kenderaan tersebut dinamakan Pateke, yakni kuda yang siap dengan pelananya untuk mengantarkan para warga dari Sadaunta ke Lindu atau sebaliknya. Dengan transportasi tradisional inilah, para warga bisa membawa hasil perkebunannya ke luar Lindu.
Nasim, salah seorang pemuda asal Lindu ini mengaku sempat merasakan keasrian alam Lindudan dengan transportasi tradisionalnya itu, saat pola hidup masyarakat belum tersentuh moderenitas.
”Waktu masi SMP dulu, saya masih sempat naik Pateke pulang pergi dari Lindu, tapi sekarang sudah tidak. Kalau tidak salah terakhir tahun 2003 ada Pateke,” ungkap Nasim
Kata Nasim, kini para warga sudah banyak mempunyai sepeda motor, otomatis kenderaan yang menjadi salah satu ciri transportasi tradisional di daerah Lindu tersebut, kini hanya tinggal keangan.
Setelah kurang lebih satu setengah jam terguncang di atas sepeda motor, kita akan disuguhkan dengan pemandangan alam lembah Lindu yang sedemikian luasnya. Untuk yang pertama kalinya saat kita masuk ke pemukiman warga, desa yang pertama ditemui adalah Desa Puro. Saat penurunan menuju desa Puro, di sisi kiri kanan jalan kita akan melalui perkebunan kopi milik warga.
Dari desa ini, kita akan melanjutkan perjalanan menuju desa Langko, yakni desa kedua yang akan ditemui saat menuju danau. Untuk menuju Langko, kita akan menghabiskan waktu sekitar 30 menit, dengan disajikan pemandangan hamparan sawah yang hijau di sisi kiri kanan jalan, jika waktu tanam tiba. Jalan yang membelah hamparan sawah tersebut, juga diwarnai oleh genangan air dan lumpur yang akan menambah tantangan dalam sebuah perjalanan.
Dari desa Langko, kita akan menuju desa berikutnya yakni Desa Tomado. Disinilah danau Lindu yang menjadi kebanggan para warga itu berada. Kawasan danau yang begitu luas itu, tepat berbatasan dengan pemukiman warga. Di danau itulah para warga desa Tomado menggantungkan mata pencariannya sebagai nelayan, selain menjadi petani.

LINDU, DANAU YANG PENUH BERKAH
Dengan potensi air dan lumpur yang terkandung di dalamnnya, danau Lindu sangat potensi untuk budidaya ikan air tawar, seperti Mujair, Nila dan Mas. Meski demikian, para warga pada umumnya hanya membudidayakan ikan mujair.
Dari hasil budidaya itu, tak jarang setiap harinya para warga memanen ratusan bahkan ribuan ekor ikan mujair. Dari hasil tangkapan menggunakan jala, para warga kemudian menjual ikan-ikan tersebut kepada para pembeli yang juga adalah warga setempat. Dari warga pembeli ikan itu, kemudian akan dijual lagi kepada pambeli ikan yang berasal dari luar Lindu. Dari tangan merekalah warga kota Palu dan sekitarnya dapat menikmati ikan mujair dari danau Lindu itu.
Selain untuk kebutuhan rumah tangga, ikan-ikan tersebut juga beredar di rumah makan atau warung-warung pinggiran jalan di kota Palu. Untuk harganya, para nelayan akan menjual kepada pembeli yang juga adalah warga Lindu itu seharga tiga ribu rupiah untuk satu tusukan. Dalam satu tusukan, pada umumnya ada 6 ekor ikan mujair segar. Sementara untuk dijual kepada pembeli dari luar Lindu, para warga menjualnya dengan harga lima hingga enam ribu rupiah per tusuknya.
Setiap harinya, ada saja para warga yang melakukan aktifitas panen, apalagi kalau pada musim banjir ikan. Biasanya kata Nasim, musim banjir ikan tersebut terjadi setiap bulan Agustus hingga Desember setiap tahunnya. Sementara jika waktu panen selesai, kata Nasim yang juga adalah Mahasiswa Universitas Tadulako ini, pemangku adat di desa Tomado dan para petinggi desa, akan menutup akses bagi para nelayan untuk beraktifitas di danau selama 2 bulan.
”Penutupan danau itu biasanya terjadi pada bulan Juni hingga Juli. Pada masa itu, biasanya para warga menghabiskan waktu untuk melakukan aktifitas di kebun atau di sawah,” ungkap Mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia ini.
Selain ikan mujair, Lindu juga mempunyai hasil alam lain yang menjadi ciri khas daerah itu. Kesuburan tanah yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dimanfaatkan warga Lindu untuk menanam berbagai macam tanaman palawija, seperti cokelat vanili dan kopi. Namun diantara berbagai tanaman tersebut, adalah Kopi yang menjadi ole-ole bagi para pengunjung yang ingin menikmati indahnya danau Lindu. Kopi khas lindu ini, juga dapat diperoleh di kios-kios warga setempat, jika ingin membawanya sebagai oleh-oleh dari Lindu. Atau jika anda sedang bertamu ke rumah warga, anda tak ketinggalan akan disuguhkan secangkir kopi hanyat khas Lindu tersebut.
Kalau kita ingin benar-benar menikmati alam danau Lindu, sempatkanlah berkemah di pinggir danau dengan menikmati secangkir kopi lindu di pagi har,i dan menyantap ikan segar saat perut terasa keroncongan.
Di pinggir danau Lindu, saat pagi hari adalah saat yang paling menyenangkan, pasalnya udara sejuk yang menyelimuti danau, juga diwarnai dengan kabut yang hampir saja menutupi bagian permukaan danau. Sementara sejauh mata memandang, kita akan disuguhkan dengan keanggunan gunung Nokilalaki yang menjulang tinggi di tepi danau bagian timur, dimana mentari pagi akan perlahan-lahan menampakkan sinarnya.
Nah, jika kita sempat menyisihkan waktu untuk beberapa hari berlibur, Danau Lindu bisa dijadikan salah satu alternatif perjalanan wisata yang sangat menyenangkan. Dengan kekayaan alam dan iklim yang sejuk, danau Lindu dapat meghibur hati kita yang suntuk saat beberapa bulan beraktifitas dalam rutinitas kseharian.

0 komentar: