Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Inpres Moratorium Hutan Perlu Diawasi

Written By riluation on Senin, 23 Mei 2011 | 08.19

PALU-Instruksi Presiden (Inpres) nomor 10 tahun 2011 tentang moratorium konsesi di wilayah hutan primer (hutan alam) dan lahan gambut perlu diawasi. Hal itu dikatakan oleh Direktur Yayasan Merah Putih Sulteng, Nasution Camang, kepada media ini Senin (23/5) di kantornya.

Menurut Tion, panggilan akrabnya, inpres tersebut lebih pada pemenuhan kepantingan asing karena terkait langsung dengan penandatanganan Letter of Intent (LoI) dengan pemerintah Norwegia.

“Menurut kami ini tidak murni untuk kepentingan iklim atau konservasi, tapi lebih pada kepentingan ekonomi politik. Kalau memang mau serius, mestinya tidak pandang bulu, konsesi untuk pertambangan migas juga masuk dalam moratorium ini,” katanya.

Lebil lanjut ia mengatakan, jika pemerintah memang punyah niatan, tahap ini lebih baik dijadikan sebagai agenda penataan kawasan hutan yang selama ini menyimpan banyak konflik, baik antar sektoral maupn dengan masyarakat secara langsung.

“Kan begini, hampir semua urusan kehutanan ini adalah domain pusat, semua izin mereka yang keluarkan. Makanya, kita mau tekankan pada pengawasan di tingkat daerah. Yang harus dilakukan oleh Pemda, memastikan agenda moratorium berjalan dan tak ada illegal loging yang dilakukan oleh perusahaan legal, karena selama ini itu yang terjadi,” jelasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinsa Kehutanan, Nahardi, mengaku belum menerima salinan Inpres tersebut dan masih mau mendalaminya. Keta dia, rencananya Kamis depan ia akan berangkat mengikuti rapat yang digelar menteri kehutana untuk memperjelas implementasi Inpres tersebut.

“Kita belum tau, yang dimaksud moratorium itu untuk izin konsesi baru atau juga yang sudah ada. Untuk wilayahnya juga belum jelas, hutan primer yang dimaksud di lokasi yang mana, Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Produksi (HP) atau yang mana,” katanya.

Menurutnya, dalam UU 41 tentang Kehutanan, pembagian hutan itu jelas. APL misalnya, merupakan kewenangan daerah. Namun bukan semua APL itu ada pemukiman, masih ada juga hutan primer yang masuk wilayah APL.

Sementara itu, seperti dilansir laman kompas.com, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan, di Jakarta, Jumat lalu, penundaan pemberian izin baru ini diberlakukan terhadap hutan primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan area penggunaan lain.

Namun, penundaan ini dikecualikan untuk permohonan yang telah mendapatkan persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan, pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, yaitu panas bumi, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu, perpanjangan izin pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan kawasan hutan yang telah ada sepanjang izin di bidang usahanya masih berlaku, serta restorasi ekosistem.

Saat ini, Indonesia memiliki 64,2 juta hektar hutan primer, 24,5 juta hektar lahan gambut, serta 36,6 juta hektar hutan sekunder. Pemerintah mempersilakan para pengusaha, termasuk pengusaha kelapa sawit, untuk memanfaatkan hutan sekunder sebagai lahan sawit.

Dipo menegaskan, pemerintah akan memberikan sanksi jika ada kepala daerah, aparat penegak hukum, atau pun pengusaha yang melanggar inpres dan perpres tersebut. (Sahril)

0 komentar: